Selasa, 10 Desember 2013

Belajar Sebuah Ketulusan Dari Seutas Senyuman

Dengan Nama Alloh Yang Maha Pengasih dan Penyayang

Hari ini jam 8 pagi ada janji unutk menyerahkan dokumen ke pusat Pelatihan Pendidikan Non Formal yang berlokasi di Kebon Jeruk. Kebetulan dekat dengan sekolahnya Opal, jadi sekalian anter Opal sekolah.

Turun dari motor (diantar adik) persis di depan kantor tersebut. NGga berapa jauh ada seorang laki-laki muda (usia sekitar 17 tahun) senyum-senyum sendiri sambil berjalan ke arah motor. Dandanannya agak lusuh, jalannya bungkuk, dan sambil memegang botol minuman plastik.

Sempat merasa was-was, karena jaman sekarang banyak sekali orang yang kelihatannya berlagak seperti orang yang tidak waras, tapi ternyata punya niat jahat (trauma juga dengan pengalaman di Tokyo dibentak orang mabok!!). Dia semakin mendekat dan berdiri tepat di depan motor. Karena rasa takut itu sempat mau naik motor lagi (minta ditemani adik dulu sambil menunggu orang petugas pengumpul dokumen), tapi ngga mungkin karena adik juga buru-buru mau kerja.

Apa yang terjadi selanjutnya, anak muda itu melambaikan tangan ke arah kendaraan yang lalu lalang, sambil senyumnya tetap mengembang. Sebelum pergi, adik bilang kalau itu tandanya dia mau membantu menyeberang, jadi dia menyetop semua mobil yang lewat.

Setengah berlari, akhirnya nyeberang juga. Dan di seberang itu duduk-dudk sebentar sambil ngobrol dengan tukang warung. Dan dari tukang warung itu baru terkuak identitas pemuda tadi.

Aji namanya. Setiap pagi dia selalu berdiri di depan zebracross untuk membantu menyeberangkan orang-orang yang mau lewat (karena di sana tidak ada lampu merah sementara lalu lintas cukup padat). Meskipun kelihatan lusuh, tetapi dia tidak pernah mengganggusiapapun, dan tidak mengharapkan imbalan apapun (terbukti ketika ditawari makan atau diberi uang pun dia menolak dan hanya tersenyum).

Aji seorang tuna rungu bawaan dari lahir. Kedua orang tuanya bekerja di bank, dan terbilang cukup mampu. Sempat mengenyam pendidikan sampai SMP, namun tidak ingin melanjutkan pendidikannya ke SMA. Baginya sudah cukup untuk membantu orang menyeberang jalan hanya dengan imbalan seutas senyuman.

Suatu pelajaran yang sangat berarti. "Do not ever judge a book by its cover, either not all the glitter is gold". JAngan selalu menilai kehebatan seseorang dari materi duniawi. Ketulusan sebuah senyuman menjadi kelebihan bagi Aji diantara kekurangannya. Dan saya yakin, orang seperti Aji akan bernilai "lebih" di mata Alloh dibandingkan dengan kita yang sepertinya berlebihan kemampuan namun miskin ketulusan.

Terima kasih Aji atas ketulusannya hari ini, semoga ketulusan itu tidak terkontaminasi oleh hal-hal dunia yang negatif...